Search here

Jumat, 19 Juli 2013

Cerita Rakyat - Mirah Gadis Marunda



Tokoh Utama cerita Mirah dari Marunda
Bang Bodong :  Seorang pendekar dari kampung Marunda yang pandai ilmu silat dan
   melindungi rakyat Marunda dari perampok.
 Mirah              :  Putri Bang Bodong. Seorang putri yang berbudi pekerti luhur.
Tirta                 :  Seorang perampok, Tirta menyalahgunakan ilmunya untuk
   berbuat tidak baik.
Asni                 :  Saudara kembar Tirta yang bersifat baik hati. Asni berasal dari Kemayoran.
Bek Serayan    :  Tamu undangan di pernikahan Mirah yang berasal dari Kemayoran.
   Bek Serayan tewas saat bertarung dengan Tirta.

Perwatakan tokoh utama Mirah dari Marunda
Bang Bodong  :  Seorang  pendekar berbudi luhur, suka menolong sesama dan berani
    membela kebenaran.
Mirah               :   Seorang wanita yang  tekun belajar  dan  taat pada orang tuanya.
Tirta                 :   Pendekar yang bersifat jahat yang menyalahgunakan ilmunya.
Asni                 :   Saudara Tirta yang berbudi baik, membela kebenaran dan suka menolong
    sesama.
“Tirta tewas di tangan Mirah. Sebelum tewas,  Tirta memberikan  hadiah
pending  emas kepada Asni dan Mirah sebagai hadiah pernikahan.”

Nilai luhur dalam cerita Mirah dari Marunda
1. Taat pada orang tua
2. Bersusaha mewujudkan cita-cita               
3. Tekun belajar                
                                                4. cinta pada tanah air                                    
                        5. berani membela kebenaran         
6. suka menolong orang lain 


Alkisah, di jaman Belanda keadaan Marunda teramat kacaunya.Daerah pesisir Betawi ini sering didatangi perampok baik dari laut maupun dari darat. Perampok datang merampas harta benda, memperkosa perempuan, lalu pergi begitu saja setelah merasa puas. Jika ada yang berani melawan dibunuhnya.

Selain itu, Marunda juga sering didatangi jagoan dari tempat lain. Jagoan ini menakut-nakuti penduduk, lalu memeras dan merampas hartanya. Pihak penjajah Belanda kurang memperhatikan keamanan Marunda. Bahkan kaki tangan Belanda ikut-ikutan memeras penduduk. Kaki tangan Belanda itu tuan-tuan tanah, demang, dan opas yang sering mendatangi penduduk untuk menarik pajak yang memberatkan rakyat.

Syahdan, tersebutlah Bang Bodong seorang jago yang tinggal di Marunda. Bang Bodong pemberani dan penolong rakyat. Ia tak pernah sombong, meskipun tidak sedikit lawan yang dibuatnya pecundang. Bang Bodong mempunyai seorang anak perempuan, Mirah namanya. Suatu hari Bodong merasa dirinya sudah tua, lalu dipanggilnya Mirah seraya berkata:

"Mirah anakku, aku makin tua, dan tak ada pula anak lelaki penggantiku, untuk menjaga keamanan kampung kita. Sedangkan rampok dan garong makin merajalela. Aku khawatir kalau kampungkita ini akhirnya musnah". Mendengar kata-kata ayahnya, Mirah termenung sejenak, lalu berkata: "Ayah tak perlu khawatir. Biar Mirah perempuan, Mirah sanggup menjaga Marunda, kampung tumpah darah Mirah. Ajarkanlah Mirah maen pukulan.

Tentu Mirah babat habis semua garong dan rampok yang mengganggu kampung kita".
Bodong terharu melihat niat tekadnya. Kuali ketemu kekep. Maka Mirah pun diajarnya maen pukulan. Bukan main cepatnya Mirah menyerap ilmu ayahnya, dalam waktu tak terlalu lama Mirah sudah dikenal sebagai perempuan jago maen pukulan dari Marunda. Apalagi Mirah berparas cantik, maka tidak sedikit pemuda yang ingin menjadi kawan hidupnya. Tapi dengan halus lamaran ditolaknya, walau batang usianya sudah cukup tinggi untuk menikah.

Pada suatu sore, Bang Bodong berkata kepada Mirah: "Mirah, kau cantik, aku bangga padamu. Tapi sayang engkau belum mau bersuami, padahal usiamu sudah cukup, Rah. Kalau nanti datang lamaran lagi, janganlah engkau tolak. Terimalah Mirah." Mirah menjawab dengan gesit : "Siapa yang akan mengurus ayah jika Mirah kawin. Mirah sayang Ayah". Bang Bodong merunduk terharu, lalu ia berkata lagi: "Janganlah kau pikirkan diriku, Mirah. Pikirkanlah dirimu. Nantiapa kata orang kampung. Aku khawatir kau dibilang perawan tidaklaku". Mirah tersenyum seraya menjawab : "Omongan orang kampung tidak terlalu Mirah pikirkan benar.Tapi kalau ayah mendesak, baiklah Mirah akan kawin. Tapi adasyaratnya." Bang Bodong girang dan berkata: "Apa syaratnya Mirah, katakanlah pada ayah, tentu ayah berusaha memenuhinya. Rumah? Perhiasan? Mirah menjawab : "Bukan, Yah, bukan itu syaratnya. Mirah hanya mau menikah dengan laki-laki yang sanggup mengalahkan Mirah. Kalau tidak ada yang dapat mengalahkan Mirah, biarlah Mirah tidak usah kawin saja.

Bang Bodong terhenyak mendengar jawaban anaknya. Akhirnya ia dapat menerirna persyaratan anaknya. Pada suatu malarn ia kumpulkan orang kampung dan mengumumkan niatnya menyelenggarakan semacam sayembara.



"Siapa saja yang dapat mengalahkan Mirah, saya ikhlas mengangkatnya jadi menantu", kata Bang Bodong. Berita tersiar bukan saja di Marunda tapi ke seluruh kampung-kampung Betawi. Satu demi satu laki-laki mencoba kebolehan Mirah maen pukulan. Tapi tak satu pun yang mampu mengalahkan Mirah.

Cerita Mirah memilih calon suami dengan cara berkelahi itu didengar seorang jagoan Karawang yang kerjanya merampok, Tirta namanya. Tirta menantang Mirah. Lagi-lagi Mirah unggul. Tirta jatuh terkapar, ia tak berdaya menghadapi Mirah.

Syahdan, di kampung Kemayoran kekacauan yang disebabkan perampokan menjadi-jadi. Polisi Belanda kewalahan. Pemerintah Belanda makin risau, karena perampokan ini telah mengancamkepentingan orang Belanda sendiri.

Pada suatu malam terjadi perampokan di rumah seorang Cina Kemayoran. Ketika kepala polisi memerintahkan menangkap perampok-perampok yang tengah beraksi itu, perampok ternyata lebih gesit. Mereka melarikan diri sebelum polisi datang, tetapi ada penduduk yang berhasil mengenali wajah salah seorang perampok. Ia si Asni anak Kemayoran juga. Tapi penduduk merasa heran mengapa Asni merampok, bukankah selama ini ia dikenal berhati bersih, walau ia dikenal sebagai jago berkelahi.

Kepala polisi menangkap Asni. Asni diperiksa. Karena kurangbukti, Asni dilepas kembali dengan syarat bahwa ia sebagai jago kampung harus mampu menangkap perampok yang sebenarnya.

Asni tersinggung bukan kepalang namanya dicemarkan oleh peristiwa perampokan di rumah Cina. Ia bertekad hendak mencari perampok yang sebenarnya. Ia memperkirakan perampok itu datang dari sebelah wetan. Maka berangkatlah Asni ke arah Timur. Kampung Marunda yang ditujunya. Asni memeriksa daerah hitam di Marunda. Tempat-tempat perjudian didatanginya. Ia bertanya kepada penjudi kalau-kalau mengetahui siapa perampok rumah Cina di Kemayoran.

Perbuatan Asni benar-benar menyinggung anak buah Bang Bodong. Mereka merasa Asni pendatang yang mengacak-acak kampungnya. Maka perkelahian antara Asni dengan anak buah Bang Bodongpun tak terhindarkan. Namun satu persatu anak buah Bang Bodong dibikin jatuh celentang oleh Asni. Akhirnya anak buah Bang Bodong mengadu kepada bapak buah.

"Bang ada orang ngendon datang ke kampung kita, kita nggak kuat ngelawannya, Bang'. Mendengar laporan anak buahnya yang sudah babak belur itu, Bang Bodong langsung naik darah seraya berkata : "Minggir lu pada, biar aku hajar orang endonan itu yang berani ganggu kampung kita".

Bang Bodong berangkat mencari Asni. Ketika keduanya bertemu, maka perkelahian tak terelakkan. Sayang, Bang Bodong yang sudah menua itu tak mampu mengalahkan Asni. Bahkan bang Bodong pingsan. Anak buah Bang Bodong berlarian sipat kuping melihat bapak buahnya terkapar. Mereka mencari Mirah untuk mengadukan musibah yang menimpa Bang Bodong.



Mirah bukan alang kepalang marahnya mendengar ayahnya dipecundangi orang endonan: Mirah lari mencari Asni. Dan setelah bertemu ditantangnya si Asni itu. Asni menolak berkelahi dengan perempuan. Mirah memaksa mengajak berkelahi. Akhirnya Asni tak lagi menolak ajakan Mirah. Perkelahian pun terjadi habis-habisan. Namun Mirah tak kuasa mengalahkan Asni. Kali ini anak buah Bang Bodong tak berdiam diri. Mereka mengepung Asni. Dan Asni berhasil ditangkap. Kedua tangannya diikat. Dalam keadaan terikat Asni mampu menyembuhkan Bang Bodong yang pingsan dengan jampi-jampinya.

Bang Bodong siuman dan berkata : "Lepaskan anak ini. Ia memang jago tulen yang akan aku jadikan menantu. Sesuai dengan janji si Mirah yang akan memilih suami yang dapat menaklukkannya berkelahi".

Kepada Asni, Bodong berkata : "Hai anak muda yang gagah perkasa. Kau boleh ambil anakku Mirah sebagai isterimu". Mula-mula Asni menolak. Penolakan ini sebenarnya basa-basianak Betawi saja. Karena ia datang ke Marunda bukan untuk mencari isteri, tapi mencari rampok yang mengganggu orang Kemayoran.

Bang Bodong yang arif, paham belaka apa yang tersimpan di hati Asni. Bodong kemudian berujar : "Kalau yang ingin kau cari di sini perampok. Kami sudah tahu orangnya. Rampok yang mengacau di sini dan di Kemayoran orangnya itu-itu juga. Si Tirta namanya. 1a tinggal di Karawang. Mencari Tirta tidak susah. Yang penting sekarang kamu kawin dulu sama si Mirah".

Pesta meriah pun digelar untuk merayakan perkawinan Asni dengan Mirah. Bek Kemayoran pun datang. Pengunjung melimpah ruah. Macam-macam tontotan silih berganti menghibur tamu. Tirta ternyata ada di tengah pengunjung pesta. Ia merasa yakin dirinya tak ada yang akan mengenali.

Tirta beradu pandang Bek Kemayoran. Bek Kemayoran mengenali Tirta yang wajahnya mirip Asni. Sebelum Bek bertindak, Tirta mendahului menusuk Bek dengan pisau belatinya Bang Bodong bangkit dari duduknya menubruk Tirta, Tirta mengelak. Lagi-lagi Bang Bodong yang gerakannya sudah lemah itu jatuh tersungkur terkena tusukan belati Tirta. Pesta jadi kacau balau. Mirah yang duduk di puade langsung melepaskan pakaian pengantin dan lari mengejar Tirta. Tirta berlari sambil mengacungkan belatinya yang bernoda darah. Bagaikan terbang Mirah meloncat dan kakinya memburu tengkuk Tirta. Tirta terjatuh, dan belati yang ada di genggamannya itu menusuk lambungnya sendiri.

Tirta roboh. Sebelum mati Tirta dengan terbata-bata berkata : "Mirah, aku kemari bukan untuk berkelahi, tapi untuk menyaksikan pesta perkawinanmu. Aku membawa sabuk berpending mas sebagai hadiah perkawinanmu. Dan lihatlah timangnya berukir diikat tali. Terimalah Mirah hadiah dariku ini".

Tirta mengasungkan sabuk berpending mas kepada Mirah. Hati kemanusiaan Mirah tersentuh. Mirah berteriak memanggil suaminya. Asni muncul, Tirta terkejut. Seraya tangan kiri memegang pending mas, dan tangan kanan masih memegang belati berlumur darah, Tirta berkata lirih : "Oh Tuhan, kalau aku tidak keliru wahai Asni, engkau adalah adikku. Memang sudah lama kita berpisah. "Benar, Bang, benar" Asni menjawab seraya mengusap airmatanya.



Asni dan Tirta satu Bapak lain Ibu. Ibu Asni berasal dari Cakung, sedangkan Ibu Tirta berasal dari Banten. Mereka pernah tinggal satu rumah, namun kemudian berpisah karena ayah mereka meninggal.

Maka orang-orang yang hadir menjadi heran jadinya. Kakak beradik Asni dan Tirta saling berpelukan. Dalam pelukan saudaranya, Tirta ternyata masih ingin mencurahkan isi hatinya, ia pun berkata : "Wahai adik-adikku Asni dan Mirah, maafkanlah Abang yang telah sesat ini. Mudah-mudahan kalian berbahagia dalam hidupmu. Janganlah kau tiru jalan hidupku yang sesat ini". Setelah berkata begitu Tirta mati di pelukan Asni.



Referensi : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta, Cerita Rakyat Betawi, 2004

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta

Tempat Wilayah Budaya Betawi












1. Kampung Rawa Belong, Jakarta Barat
Kampung Rawa Belong yang berada di Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini menjadi salah satu perkampungan Betawi yang masih bertahan. Bukan hanya dari domisilinya tapi penduduk di Kampung Rawa Belong masih memegang dan melestarikan budaya Betawi.
Dengan ciri khas Betawi yang kental, tentunya bisa memberikan daya tarik kepada wisatawan. Melansir dari situs resmi DKI Jakarta, Rawa Belong adalah salah satu kampung tua di Jakarta. Perkampungan ini terkenal dengan silat Betawi dan budidaya tanaman hiasnya.
Di kampung ini pelancong bisa melihat tradisi asli budaya Betawi. Tidak hanya itu, di sini wisatawan bisa berburu dan belanja bunga-bunga cantik di Pasar Bunga Rawa Belong dan melanjutkan wisata kuliner Betawi. Ingat! Rawa Belong terkenal dengan jawara-jawaranya, seperti Si Pitung dan Mat Item. Jadi, wisatawan juga bisa belajar silat dan memperdalam sejarah budaya Betawi di sini.
2. Kampung Setu Babakan, Jakarta Selatan
Setu Babakan menjadi salah satu perkampungan Betawi yang masih terkenal. Letak perkampungan ini pun berada di antara perbatasan Jakarta Selatan dan Depok.
Selain murah, di sini wisatawan bisa merasakan atmosfer Betawi yang sangat kental. Mulai dari gapura dan rumah-rumahnya mayoritas masih bergaya Betawi. Walaupun, ada sebagian yang sudah merubahnya menjadi lebih modern, sentuhan khas Betawinya tidak pernah dihilangkan.
Setiap hari Minggu mulai pukul 14.00-16.00 wisatawan bisa melihat sajian khas tarian, kesenian, musik Betawi di sini. Pada malam-malam tertentu, wisatawan juga bisa melihat atau ikut berlatih silat Betawi.
Kawasan dengan luas sekitar 289 hektar ini punya dua buah setu, yaitu Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong. Sambil menikmati kesejukan sambil jalan-jalan di pinggir setu, pelancong juga bisa menikmati wisata air atau kulineran khas Betawi yang banyak dijual di pinggir setu. Maklumlah, di pinggiran kedua setu ini masih dikelilingi oleh rindangnya pepohonan.
Untuk"bocah-bocah", bisa bersenang-senang dengan wisata air yang ada di sini. Mereka bisa bermain perahu genjot yang berbentuk bebek-bebekan atau beberapa permainan air lainnya.
3. Rumah Si Doel, Jakarta Timur
Siapa yang tak kenal Si Doel anak Betawi? Anak muda Betawi yang maju menerobos zaman tapi tetap memegang teguh adat dan budaya Betawinya. Di daerah Tanah Tinggal, Ciputat, Tangerang Selatan dan ada juga di Condet, Jakarta Timur. Di sini Anda masih bisa merasakan nuansa khas Betawi yang sangat terasa.
Di Condet, Jakarta Timur. Tidak jauh berbeda di lokasinya yang berada di Tanah Tinggal. Rumah Si Doel di Condet, juga menawarkan beragam kesenian budaya Betawi. Namun, sayang suasananya Condet kini sudah sangatlah ramai dan macet.
Sedangkan di Tanah Tinggal, lokasi yang juga dijadikan sebagai wisata hutan kota ini masih sangat sejuk dan asri. Dahulu di sini menjadi lokasi syuting Si Doel. Namun, kini lokasi ini sudah dikembangkan dan menjadi kawasan wisata yang seru.
Hanya perlu membayar sekitar Rp 10.000 per orang, Anda sudah bisa bermain di lingkungan pedesaan ini. Di sini wisatawan bisa belajar memanen padi, flying fox, meniti jembatan tali, dan permainan lainnya. Puas bertualang di kampung Si Doel, wisatawan bisa melihat ragam kesenian Betawi, seperti ukir kayu, tarian, dan kuliner khas Betawi lainnya.Â
4. Kampung Si Pitung, Jakarta Utara
Si Pitung, jawara Betawi yang satu ini memang sudah terkenal ke seantero jagat Jakarta. Kini nama besarnya di abadikan untuk sebuah perkampungan di belahan Jakarta Utara, yaitu Marunda.
Kampung Si Pitung atau Kampung Marunda, begitu orang mengenalnya. Di sini wisatawan bisa melihat Rumah Si Pitung. Arsitektur kuno dengan material kayu ini bertengger megah di Jl Kampung Marunda Pulo. Rumah ini sudah menjadi cagar budaya Betawi yang terjaga keasliannya. Selain itu, di sini wisatawan juga bisa melihat kebudayaan Betawi lainnya, seperti pertunjukkan Palang pintu, Gambang Kromong, dan silat Betawi.


Rabu, 15 Mei 2013

Daerah Konservasi Marunda, Cilincing, Jakarta Timur





Nama kampung di Betawi yang menjadi bagian wilayah Marunda Pulo. Marunda, merupakan daerah di Jakarta yang penduduknya masih melestarikan bangunan rumah tradisional Betawi. Letaknya di pinggir pantai, sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Di Marunda terdapat satu istilah yakni nelayan empang untuk menyebut nelayan tambak atau petani tambak. Semula banyak orang Betawi di Kelurahan Marunda berprofesi sebagai nelayan empang. Sebutan ini mencerminkan keakraban mereka dengan laut dan pentingnya pekerjaan dari hasil laut bagi mereka.

Asal Mula Marunda: Legenda nama Marunda terdapat dua versi. Pertama, menurut cerita terjadinya kampung Marunda berawal dari sebuah masjid yang ditunda pembuatannya karena penduduk setempat belum bisa menerima siar agama Islam. Sesuai pesan Syarif Hidayatullah, supaya meninggalkan kampung jika ada konflik akibat siar agama Islam.Ketika penduduk kampung sudah sadar dan memerlukan tempat ibadah, pembangunan masjid dilanjutkan kembali. Masjid itu dinamakan masjid Marunda. Marunda berasal dari kata tunda. Kampung tempat didirikannya masjid diberi nama kampung Marunda.
Kedua, konon nama Marunda berasal dari seorang perampok bernama "Ronda", yang menggarong dan membunuh seorang pedagang kaya Tionghoa, yakni Nuk Eng Cak. Oleh karena itu Ronda diburu oleh Tuan Schot, artinya 'Tuan Kepala Daerah' yang merangkap polisi. Akhirnya Ronda ditangkap dan ditahan dalam penjara di Glodok, yang sampai tahun 70-an masih tampak di belakang Pasar Lindeteves sekarang. Akan tetapi, cerita ini bukan sejarah, karena nama "Marunda" sudah terdapat sejak akhir abad ke-17, sehingga jauh lebih tua dari si Ronda beserta ceritanya itu.




Peninggalan sejarah saat ini sering terlupakan diakibatkan oleh kemajuan jaman yang membuat orang melupakanya khususnya di daerah DKI Jakarta. Banyak bangunan bersejarah yang tidak terawat tempatnya bahkan juga ada yang menghancurkan bangunanya untuk kepentingan perorangan. Bangunan bersejarah yang seharusnya dirawat untuk mengenang tempo dulu, namun kini sudah jarang ditemui. Bangunan bersejarah lebih banyak dihancurkan kemudian dibangun gedung-gedung tinggi dan mall mewah.


Ini Dia Tempat si Pitung Ngumpet. Rumah Si Pitung yang berlokasi di Marunda, ...
republika.co.id


Namun diujung Jakarta tepatnya di daerah Marunda, Cilincing, Jakarta utara masih dapat kita temui dan lihat peninggalan bersejarah yaitu Rumah Si Pitung. Disana kita dapat melihat banyak peninggalan dari masyarakat Betawi asli. Suasana angina yang terasa sangatlah sejuk disana karena letaknya yang tidak jauh dengan pantai.

Keunikan dan keaslianya namun sudah kurang terasa apabila kita berkunjung kesana, dikarenakan perenovasian dan peremajaan rumah si Pitung. Namun hanya beberapa bagian saja yang direnovasi seperti mengecat rumahnya, memperbaiki genteng yang bocor dan lantai bangunan yang berlubang hal ini diungkapkan langsung oleh pekerja disana. Apabila ingin berkunjung kesana jangan lupa membawa uang receh yang banyak, karena banyak pengemis yang meminta mulai dari anak kecil hingga orang tua.

Sejarah singkat mengenai si pitung, si Pitung merupakan jagoan Betawi Menurut buku Sejarah Kampung Marunda yang diterbitkan Dinas Pariwisata dan Permuseuman DKI Jakarta. Si pitung sangat kesal dengan Belanda karena ia menganggap bangsa Belanda sangat semena-mena dengan masyarakat pribumi, oleh karena itu ia mencuri orang-orang Belanda yang kaya kemudian uangnya dibagikan kepada fakir miskin.
Beberapa kali Si Pitung ditangkap dan dipenjarakan, tetapi selalu dapat meloloskan diri. Karena itu, ia dijadikan legenda, bisa menghilang dan tidak mempan oleh peluru. Karena aksi-aksinya yang membuat panik penjajah dan keamanan di Batavia terganggu, Belanda pun menugaskan Scehout (pemimpin di kepolisian) memimpin operasi penumpasan. Karena dikhianati salah satu kawannya, Pitung ditembak oleh Scehout Heyne dan pasukannya, dengan peluru emas yang khusus disediakan untuk melawan kesaktiannya. Kemudian mayatnya dimakamkan dengan tubuh terpisah dengan kepala. 





Untuk menuju Rumah Si Pitung bisa dikatakan tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit. Hal ini dikarenakan jalannya yang berbelok-belok dan beberapa ruas di seputaran Marunda juga mengecil. Paling mudah ambil saja patokannya, Pelabuhan Tanjung Priok. Dari Situ anda bisa tanya menuju Maruda Center. Lokasi Rumah Si Pitung sekitar dua kilometer dari Marunda Center. Ketika anda sampai di Marunda Center, tanya orang setempat, pasti tahu semua keberadaan Rumah Si Pitung. Hal ini dikarenakan rumah si Pitung sudah dijadikan cagar budaya oleh pemerintah DKI Jakarta.(aji, icon)